Cara Membuka Diri - Banyak sekali orang yang dari luar tampak baik-baik saja, tetapi ternyata ia menyimpan sejuta cerita yang tak bisa diungkapkan. Ini bisa disebabkan karena mereka tumbuh dalam lingkungan yang tak terbiasa melakukan dialog terbuka atau tidak ada ruang aman untuk jujur mengenai perasaan mereka. Ada yang tumbuh dalam keluarga yang mengutamakan ketenangan dibandingkan komunikasi. Ada pula yang terpaksa memendam semua emosi karena ketika mereka mengutarakan sesuatu akan dicap sebagai pembangkang. Atau ada pula yang hidup penuh dengan luka karena apa yang mereka rasakan tidak bisa diterima dengan baik oleh orang di sekitarnya. Akhirnya mereka tumbuh menjadi pribadi yang tertutup.
- Key Takeaways
- Tips Membuka Diri
- Menjadi Pribadi yang Terbuka
- Solusi Untuk Orang yang Sulit Bercerita
- Cara Agar Tidak Takut Cerita
- Cara Mulai Terbuka Pada Orang Lain
Hidup menjadi pribadi yang tertutup bukan suatu kesalahan. Tidak ada yang salah dengan menerima dan memproses sesuatu sendirian. Namun, keterbukaan diri menjadi salah satu hal penting untuk hidup sebagai makhluk sosial. Membuka diri berarti memberikan kesempatan untuk orang lain dapat terhubung dengan kita. Keterbukaan diri juga dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada orang lain untuk mereka bisa mengenal, memahami, mendukung, hingga membantu diri kita lebih dalam. Dengan begitu kita bisa mendapatkan ruang aman untuk berbagi.
Meski begitu, membuka diri bukan berarti sekadar curhat atau menceritakan segala halnya kepada orang lain begitu saja. Namun kita juga perlu memperhatikan batasan diri mengenai sejauh mana kita perlu berbagi dan terbuka. Tanpa batasan yang jelas, membuka diri justru akan bisa menjadi boomerang tersendiri bagi diri kita. Kita akan merasa rentan terhadap penilaian orang lain, manipulasi, hingga rasa tidak aman.
Kenapa Orang Sulit Membuka Diri?
Seseorang dengan pribadi yang tertutup tidak serta merta muncul begitu saja. Ada faktor yang melatarbelakangi mengapa seseorang sulit untuk membuka diri mereka kepada orang lain. Beberapa faktor itu di antaranya:
1. Rasa Takut Dihakimi
Banyak orang memilih untuk diam karena mereka kerap dianggap sensitif atau terlalu berlebihan saat berkata jujur. Ucapan “penghakiman” orang lain itulah yang kemudian membuat seseorang merasa malu dan takut untuk terbuka. Mereka takut bahwa jika mencoba untuk terbuka, mereka akan kembali disalahpahami. Akhirnya itu yang membuat mereka memilih untuk menyimpannya sendirian.
2. Tumbuh Di Lingkungan yang Tidak Aman untuk Terbuka
Lingkungan seseorang tumbuh dan tinggal menjadi salah satu faktor kuat yang mempengaruhi pribadi seseorang. Ketika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang tidak terbiasa untuk membicarakan segala sesuatunya secara jujur dan terbuka, tentu ia juga tidak terbiasa untuk melakukan itu kepada orang lain. Tidak ada contoh nyata yang menjadi patokan bagi mereka tentang bagaimana mengekspresikan perasaan dan emosi yang sehat. Sehingga ketika mereka beranjak dewasa, mereka akan bingung untuk melakukan itu.
Trauma atau pengalaman buruk di masa lalu berpengaruh secara psikologis terhadap bagaimana seseorang tumbuh saat ini. Mereka yang tumbuh dengan pengalaman buruk seperti adanya pengkhianatan, gosip, hingga kesalahpahaman ekstrem mampu membuat seseorang menjadi pribadi yang sangat tertutup. Dengan adanya pengalaman itu mereka berpikir bahwa membuka diri sama artinya membuka celah bagi orang lain menyakiti diri mereka.
4. Ingin Terlihat Kuat
Terkadang beberapa orang menganggap bahwa keterbukaan diri itu sebagai bentuk kelemahan diri seseorang. Orang yang mampu membagikan perasaan dan emosi dirinya secara sehat dianggap sebagai seseorang yang lemah dan tidak berdaya. Itu akhirnya yang membuat seseorang menjadi tertutup agar mereka tampak ‘kuat’ di hadapan orang lain. Padahal seseorang bisa tetap terlihat kuat dan juga rentan di waktu yang bersamaan.
Faktor psikologis lainnya yang dapat menjadi penyebab seseorang menjadi yang tertutup adalah kecemasan sosial. Banyak orang yang sebenarnya ingin mencoba untuk terbuka dan jujur tentang apa yang mereka rasakan, tetapi mereka sudah lebih dulu membayangkan reaksi orang lain. Pikiran tentang bayangan reaksi orang itulah yang membuat mereka menjadi takut dan cemas untuk bicara terbuka.
Setelah kita mengetahui akar masalahnya, keterbukaan itu tak lagi bisa dianggap sebagai sebuah tuntutan, tetapi proses bertumbuh dan juga sembuh dari pengalaman lama yang tidak lagi sejalan. Dengan begitu kita bisa mulai mencoba untuk melakukan beberapa hal ini untuk lebih terbuka.
Cara Membuka Diri Secara Sehat dan Aman
Keterbukaan itu tidak bisa dilakukan dalam waktu sekejap. Perlu adanya penyesuaian diri untuk kita mampu terbiasa melakukannya. Oleh karenanya, langkahnya perlu dilakukan secara perlahan. Bukan soal seberapa banyak kita bercerita, tetapi sejauh mana kita merasa aman saat melakukannya.
1. Validasi Perasaanmu Dahulu
Sebelum kita bercerita kepada orang lain, langkah utama yang perlu kita lakukan adalah memvalidasi perasaan kita sendiri. Sadari dan terima perasaan atau emosi yang sedang kita rasakan saat itu. Katakan pada diri kita sendiri bahwa perasaan kita itu valid dan penting. Tidak apa-apa untuk merasakan hal itu sebab kita juga manusia yang bisa merasakan segala jenis emosi.
2. Cari Orang yang Aman Untuk Diajak Berbagi
Keterbukaan diri sangat berkaitan dengan kepercayaan kita terhadap orang lain. Tidak semua orang layak untuk bisa kita percayai sebagai tempat berbagi. Maka carilah orang yang bisa kita percaya untuk diajak berbagi tentang apa yang kita rasakan saat itu. Carilah orang yang bisa memberikan rasa aman dan membuat diri kita cukup ketika kita berbagi dengannya.
3. Mulai dari Orang Terdekat
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua orang layak untuk bisa kita percayai sebagai tempat berbagi. Untuk itu, kita bisa memulai langkah awal itu dengan melakukannya kepada orang yang sudah kita percayai, misalnya seperti orang-orang terdekat. Perlahan, kita bisa memulai untuk terbuka melalui mereka. Jika itu bisa membuat kita aman dan nyaman, kita akan dapat terbiasa untuk lebih terbuka ke depannya. Santai saja, tidak perlu terburu-buru untuk bisa terbuka dengan semua orang sebab kepercayaan itu perlu dibangun, bukan diberikan.
4. Mulai dari Cerita Sederhana
Tidak perlu langsung mengungkapkan hal besar atau cerita sensitif untuk bisa mencoba terbuka. Kita bisa memulainya dari hal-hal sederhana yang kita alami saat itu. Misalnya, pikiran atau perasaan apa yang sedang kita rasakan hari ini, pekerjaan yang memberatkan di kantor, atau hal-hal yang kamu syukuri hari ini. Cerita sederhana itu bisa menjadi gerbang pembuka untuk percakapan yang lebih mendalam.
5. Gunakan Kalimat Sederhana yang Asertif
Terkadang kita kesulitan untuk bisa mengungkapkan apa yang kita rasakan karena kita tidak tahu kalimat seperti apa yang bisa menjelaskannya dengan baik, ‘kan? Nah, untuk itu kita bisa memulainya dengan menggunakan kalimat sederhana dan asertif agar bisa menjelaskan secara tepat apa yang kita rasakan.
Misalnya:
“Aku hari ini kesal banget karena teman sekantorku memberikan tugasnya kepadaku”
“Aku hari ini merasa senang karena aku bertemu dengan orang baik”
“Aku merasa tidak nyaman berada di ruangan ini karena pria itu terus memperhatikanku”
Dengan begitu orang lain akan memahami apa yang kita rasakan dan darimana emosi itu berasal. Kejujuran kecil ini bisa menjadi langkah besar untuk keterbukaan dirimu ke depannya.
6. Beri Jeda Saat Bercerita
Ada saatnya kita merasa terlalu emosional saat mulai berbagi kepada orang lain dan itu tidak apa-apa. Beri jeda sejenak saat kita sudah merasa terlalu emosional. Jeda ini akan membantumu bisa bercerita dengan lebih jernih dan tidak menyesali apa yang kita ungkapkan nantinya. Ingat, membuka diri harus dilakukan dengan sadar, bukan paksaan emosi sesaat.
Sejauh Mana Batasan Membuka Diri Diperlukan?
Membuka diri bukan berarti kita membuka seluruh lapisan diri kita. Kita perlu memiliki kendali penuh atas diri kita untuk semua hal yang kita bagikan. Kita juga perlu ingat bahwa tidak semua hal bisa kita ceritakan. Ada beberapa hal yang cukup dimiliki oleh diri kita sendiri.
1. Kita Tidak Wajib Membagikan Semuanya
Terbuka bukan berarti kita membagikan semua halnya kepada orang lain. Tidak apa-apa untuk tidak menjelaskan atau membagikan semua hal secara rinci tentang apa yang dirasakan atau dialami. Penjelasan tidak diperlukan untuk validasi semata.
2. Kita Berhak Menolak Menjawab Pertanyaan
Berani untuk membuka diri berarti kita berani untuk berkata tidak. Jika ada orang lain yang bertanya tentang hal yang tidak ingin kita bahas, kita bisa menolak untuk menjawabnya. Ini bukan sikap defensif, tetapi bentuk perlindungan diri terhadap diri kita.
3. Simpan Hal Pribadi untuk Diri Sendiri atau Orang Tertentu
Hal paling dalam tentang diri kita tidak harus sepenuhnya dibagikan kepada semua teman. Pilihlah orang yang dipercaya dan bisa menghargai untuk bisa membagikan hal tersebut. Atau kita juga cukup untuk menyimpannya sendiri.
4. Jangan Membuka Diri Ketika Pikiran Penuh
Ketika pikiran sedang penuh, emosi kita sedang meledak-ledak. Ini akan menjadi bahaya karena bisa membuat kita mengungkapkan sesuatu tanpa berpikir jernih sehingga bisa menimbulkan penyesalan. Maka pastikan untuk berbagi cerita ketika pikiran kita sudah cukup tenang untuk bisa memproses semuanya.
5. Dengarkan Intuisi
Terkadang intuisi merupakan sinyal dari tubuh kita atas hal yang tidak baik. Maka cobalah untuk dengarkan intuisi kita. Jika kita merasa ragu terhadap sesuatu, itu berarti kita sedang diberi pertanda bahwa ada sesuatu di baliknya. Ingat, batasan sehat memberikan kita rasa aman, bukan ancaman.
Penutup
Membuka diri bukan soal kuat atau lemah. Lebih daripada itu, membuka diri soal kesiapan kita. Ketika kita sudah meras siap untuk terbuka, kita akan bisa menemukan cara yang tepat untuk berbagi tentang diri kita tanpa merasa terpaksa atau adanya ancaman. Kita juga tidak perlu berubah menjadi seorang extrovert untuk bisa berbagi cerita kepada orang lain. Kita tetap bisa menjadi diri kita yang pendiam, tetapi tetap bisa mengekspresikan diri kita secara sehat kepada orang lain.
Orang yang paling terbuka bukanlah orang yang paling cerewet, tetapi orang yang paling sadar akan batasan dirinya. Mereka tahu kapan mereka harus berbagi dan kapan harus menjaga cerita untuk diri mereka sendiri.
Cobalah untuk terbuka secara perlahan. Temukan ruang aman yang membuatmu nyaman.
“When you open yourself up to people, you show them where to put the knife in.”
Writer Notes
Notes
Sebagai penulis, aku percaya bahwa setiap orang punya ritme sendiri dalam membuka diri. Tidak semua orang terbiasa bercerita, dan itu bukan kelemahan. Artikel ini ditulis untuk membantu kamu yang ingin mulai lebih terbuka, tetapi tetap ingin menjaga privasi dan kenyamanan. Semoga setiap langkah kecil yang kamu ambil terasa cukup dan membawa kamu lebih dekat ke diri sendiri.