admin@dialogika.co +62 851 6299 2597
Gen Z, Small Talk, Komunikasi Digital, Basa-Basi

Kenapa Gen Z Malas Small Talk? Fenomena Anti Basa-Basi di Era Digital

Gen Z Malas Small Talk - Bayangkan kamu datang ke kantor dan melihat rekan kerjamu sudah duduk rapih di sebelahmu sembari meminum kopi. Bukannya menyapa, justru ada jeda canggung di antara kalian. Kamu justru memilih untuk langsung duduk di tempat kerjamu dan menyibukkan diri. Padahal kamu bisa memanfaatkan momen itu untuk ngobrol ringan kayak, “Selamat pagi!” atau “Hai, bagaimana weekendmu kemarin?” Sekarang, obrolan basa-basi itu justru terasa aneh dan membuatmu lelah.

  • Key Takeaways
  • Small Talk Melelahkan
  • Anti Basa-Basi Gen Z
  • Komunikasi Digital
  • Small Talk di Kantor
  • Sapaan Basa-Basi

Ternyata hal itu kini menjadi fenomena tersendiri di kalangan generasi muda. Berdasarkan riset terbaru yang dilakukan oleh New York Post, 74% pekerja merasa kesulitan untuk membuka obrolan ringan dengan rekan kerjanya. 27% nya mengatakan bahwa mereka lebih memilih berkomunikasi secara daring daripada tatap muka. Riset tersebut juga menunjukkan bahwa angka tertinggi datang dari generasi muda atau gen Z di dunia kerja.

Fenomena ini cukup menarik. Pasalnya, perkembangan dunia yang terus bergerak ke arah digital ternyata turut mengubah cara manusia dalam melakukan koneksi satu sama lainnya. Dunia yang bekerja semakin cepat dan instan, dengan teknologi yang semakin canggih ternyata membentuk rasa canggul di antara manusia. Ini yang kemudian membuat small talk, sesuatu yang dulu dianggap sederhana, kini menjadi sesuatu yang rumit.

Apa Itu Small Talk?

Small Talk adalah percakapan ringan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, dengan topik yang santai dan tidak berat. Topik santai yang dimaksud dapat berupa obrolan tentang makanan, cuaca, musik, ataupun kegiatan pada akhir pekan. Small talk sendiri berfungsi sebagai jembatan sosial antara dua orang atau lebih. Ia dapat berfungsi untuk mencairkan suasana, membuka komunikasi, hingga membangun rasa percaya antarindividu.

Penelitian dari Academy of Management mengungkapkan bahwa obrolan ringan atau small talk memberikan dampak yang besar terhadap peningkatan suasana hati seseorang serta memperkuat keterikatan dengan rekan satu tim. Small talk mampu menjadi awal yang baik untuk membangun ikatan yang baik dengan rekan kerja. Ini kemudian juga membantu keterampilan seseorang dalam hal public speaking, negosiasi, hingga teamwork.

Mengapa Gen Z Menghindari Small Talk?

Fenomena anti basa-basi oleh Gen Z ini bukan sekadar tren belaka, tetapi hasil dari perubahan besar dan kebiasaan yang terus dilakukan di kehidupan modern ini. Ada empat hal yang melatarbelakangi fenomena ini:

1. Pandemi dan Pola Kerja WFH

Pandemi membuat semua orang mengandalkan gadget dan teknologi digital lainnya sebagai media komunikasi. Manusia akhirnya menjadikan ruang virtual sebagai ruang komunikasi dan bersosialisasi. Ruang nyata seperti perjalanan berangkat ke kantor, lift, ataupun pantry kantor menjadi tempat asing untuk melakukan komunikasi sederhana. Terlebih, sistem kerja WFH yang membuat pekerja muda saat itu tidak berinteraksi langsung dengan rekan kerjanya.

2. Perkembangan Komunikasi Digital yang Cepat

Budaya komunikasi digital yang terus berkembang secara cepat membuat generasi muda tumbuh dengan pola komunikasi digital. Mereka terbiasa melakukan komunikasi melalui platform media sosial dengan mengirimkan pesan singkat, emoji, hingga sticker. Oleh karenanya ketika mereka dihadapkan dengan obrolan tatap muka, mereka akan merasa cemas seperti sedang ujian.

3. Autentisitas Diri

Gen Z menganggap bahwa small talk hanyalah basa-basi yang tak berarti. Mereka bahkan menganggap obrolan itu adalah kepalsuan. Gen Z lebih menyenangi obrolan bermakna yang jujur dibandingkan basa-basi yang terasa palsu.

4. Kecemasan Sosial yang Meningkat

Banyak dari gen Z saat ini yang merasakan peningkatan rasa kecemasan sosial dalam dirinya. Mereka merasa takut dianggap aneh, membosankan, hingga tidak menarik oleh lawan bicaranya. Akibatnya mereka lebih memilih untuk diam dan membatasi interaksi diri dibandingkan melakukan obrolan ringan.

Dampak Krisis Small Talk Pada Gen Z di Dunia Kerja

Small talk berpengaruh terhadap bagaimana perilaku gen Z di dunia kerja. Ketika obrolan ringan itu hilang, rasa keterhubungan mereka dengan rekan kerja pun akan turut menghilang. Inilah salah satu warning yang perlu diperhatikan.

1. Terhambatnya Komunikasi

Ketika seseorang tak terbiasa melakukan small talk, mereka akan kikuk ketika dihadapkan dengan obrolan yang dibuka oleh rekan kerja, senior, atau bahkan atasan mereka. Ini yang kemudian akan membuat komunikasi di antara keduanya menjadi terhambat. Bagi generasi senior, obrolan ringan itu merupakan salah satu bentuk sopan santun dan keterbukaan, sedangkan bagi generasi z obrolan ringan hanyalah kepalsuan belaka. Ini yang akhirnya bisa menimbulkan jarak emosional ketika komunikasi berlangsung.

2. Hilangnya Rasa Terhubung

Obrolan ringan yang hilang, akan membuat rasa kedekatan dan keterhubungan juga turut hilang. Akibatnya akan muncul rasa canggung hingga kesepian di tempat kerja karena obrolan yang terjalin terasa kaku.

3. Berkurangnya Kemampuan Komunikasi Spontan

Small talk mampu menjadi salah satu cara untuk seseorang melatih kemampuan komunikasinya, terutama komunikasi interpersonal. Ketika seseorang tak terbiasa melakukan komunikasi interpersonal, sesederhana basa-basi dengan orang lain, itu akan berdampak pada bagaimana mereka melakuka public speaking dan berkomunikasi sehari-harinya.

4. Berdampak Pada Psikologis

Menurut Academy of Management, small talk mampu menurunkan stres kerjaa pada seseorang. Interaksi sederhana yang dibangun dalam lingkungan kerja membuat adanya jeda emosional yang menenangkan ketika sedang bekerja.

Bagaimana Cara Menumbuhkan Kembali Small Talk?

Menumbuhkan kembali small talk atau obrolan ringan sebenarnya bukanlah hal yang sulit. Salah satu modal utama yang diperlukan hanyalah keinginan kuat dan kemampuan untuk berani. Berikut beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kembali budaya obrolan ringan yang menyenangkan tanpa harus kehilangan autentisitas:

1. Mulai dari Topik yang Alami

Daripada memulainya dengan topik, “cuacanya bagus ya”, kamu bisa memulainya dengan topik yang lebih relevan dan alami seperti:

“Kamu makan apa nanti siang?”
“Tadi lihat macet depan kantor gak sih? Kenapa ya?”

Topik ringan tapi relate sama kondisi saat itu akan terasa lebih alami dan tidak terkesan dipaksakan.

2. Coba Sapa Langsung Daripada Chat

Sebelum mengirimkan pesan melalui media sosial untuk membahas suatu hal, datangilah langsung rekan kerjamu. Biasakan untuk berbicara tatap muka terlebih dahulu. Cobalah juga untuk melakukan obrolan ringan dan kecil di pagi hari sebelum memulai kerja sebagai bentuk koneksi dengan rekanmu.

3. Ciptakan Ruang Nyaman untuk Ngobrol

Seseorang akan bisa merasa nyaman untuk ngobrol dengan orang lain jika suasana dan ruang obrolannya terasa nyaman. Oleh karenanya, buatlah suasana dan ruang obrolan nyaman terlebih dahulu. Bukalah dengan sapaan yang menghangatkan agar lawan bicara juga merasa dekat.

4. Pertahankan Autensititas sebagai Kunci

Small talk bukan berarti seseorang kehilangan autensititas dirinya. Obrolan ringan atau basa-basi bukan berarti berpura-pura ramah, tetapi sebagai bentuk berbagi perhatian kecil yang tulus dan menghangatkan. Tidak perlu terlalu dilebih-lebihkan, jadilah diri sendiri dengan niat yang tulus untuk terhubung. Ketulusan akan memberikan kenyamanan pada lawan bicara.


Penutup

Mungkin small talk terlihat sebagai hal remeh yang tak seharusnya diperhatikan oleh orang-orang. Namun di era digital saat ini, small talk justru menjadi jembatan penghubung bagi orang-orang yang lebih banyak terhubung dalam ruang virtual. Pada era ketika semua orang sibuk dengan gadgetnya untuk mengetik banyak pesan ke kawannya, keberanian untuk sekadar menyapa dan memulai obrolan secara tatap muka menjadi langkah kecil yang bermakna.


Terkadang, obrolan ringan itu bisa menghangatkan jiwa-jiwa manusia yang sedang beku karena kerjaan yang menumpuk ataupun meningkatkan suasana hati seseorang yang sedang terpuruk karena hal buruk yang menimpainya hari itu. Mulai sekarang cobalah untuk kembali melakukan obrolan tatap muka kepada siapapun. Cobalah untuk kembali terhubung secara nyata dengan orang-orang sekitar.


“Sometimes, reaching out and taking someone's hand is the beginning of a journey. At other times, it is allowing another to take yours”


Gambar kak Afifah Rismayanti

Afifah Rismayanti

Boleh takut, tapi jangan lupa berani.

Writer Notes

Notes

Tulisan ini mencoba melihat fenomena Gen Z malas small talk bukan sebagai tanda anti-sosial, tapi sebagai bentuk perubahan cara berkomunikasi di era digital. Sebagai generasi yang tumbuh di antara notifikasi dan Zoom meeting, Gen Z sebenarnya tidak kehilangan kemampuan bicara, mereka hanya mencari cara yang lebih bermakna dan relevan. Namun, di dunia kerja yang tetap butuh interaksi manusia, keberanian untuk membuka percakapan kecil bisa jadi soft skill yang sangat berharga. Kadang, keberanian tidak selalu tentang berpidato di depan panggung besar, tapi sekadar berkata “Hai” lebih dulu.

Komentar