Ganti dengan keyword - Pernah bikin desain buat ulang tahun temen, bantu edit video acara kampus, atau nulis cerita random di blog pribadi? Semua itu kelihatan "iseng", gak ada yang nyuruh, gak dibayar, dan seringkali gak dianggap penting. Tapi... gimana kalau ternyata hal-hal iseng kayak gitu justru bisa jadi titik tolak dari perjalanan karier yang serius? Di zaman sekarang, banyak orang dilirik perusahaan atau klien bukan karena gelarnya, tapi karena jejak karya yang bisa dilihat dan dibuktikan. Dan sering kali, karya itu justru berasal dari aktivitas yang “gak sengaja jadi keren”.
- Key Takeaways
- Skill Iseng Tapi Berdampak
- Karya Lebih Dari Status
- Tantangan di Era Digital
- Langkah Mengubah Keisengan Menjadi Karya
- Pentingnya Membangun Skill
Status Gak Menjamin, Tapi Karya Pasti Dilirik
Kita hidup di era digital yang sangat terbuka. Siapapun bisa jadi apapun asal bisa menunjukkan karya dan konsistensi. Banyak desainer, penulis, videografer, bahkan product manager yang memulai kariernya bukan dari jalur formal, tapi dari kegiatan iseng yang mereka dokumentasikan dengan serius. Artinya, batas antara ‘hobi’ dan ‘profesi’ itu semakin tipis.
Lebih menarik lagi, media sosial dan platform digital sekarang menjadi panggung publik yang bisa menunjukkan keahlian kita secara langsung. Kamu gak harus punya pengalaman kerja 2 tahun atau gelar yang prestisius untuk bisa dinilai kompeten. Kamu cukup punya bukti bahwa kamu pernah bikin sesuatu dan itu berdampak.
Challenge Para Muda-Mudi Digital
Salah satu tantangan anak muda saat ini adalah merasa tidak punya cukup "portofolio" untuk apply magang, kerja, atau freelance. Padahal... kalau ditelisik lagi, banyak dari kita sebenarnya sudah pernah bikin sesuatu. Hanya saja, gak sadar bahwa itu bisa dikategorikan sebagai “hasil kerja” yang layak ditampilkan.
Kenapa begitu? Karena kita terjebak pada standar lama bahwa sesuatu baru dianggap berharga kalau sudah diakui secara formal. Kita menunggu disuruh, dibayar, atau dipekerjakan dulu, baru berani menyebut diri kita punya keahlian. Padahal, dunia profesional sekarang justru menghargai inisiatif dan pembuktian, bukan sekadar status.
Apa Aja Sih "Keisengan" Itu?
Kadang kita gak sadar, aktivitas-aktivitas “kecil” yang kita kerjakan di waktu luang bisa jadi bukti skill yang nyata. Misalnya, kamu pernah bantu temen desain undangan ulang tahun? Itu bisa jadi contoh kemampuan desain visual. Pernah bikin video recap acara kampus? Masukkan ke dalam portofolio videografi. Atau kamu sering nulis panjang di caption Instagram pribadi dengan gaya storytelling? Itu bisa jadi bukti awal kalau kamu punya bakat menulis atau copywriting. Bahkan skill seperti bikin template PowerPoint kece untuk presentasi dosen atau bikin spreadsheet keuangan organisasi juga menunjukkan kemampuan komunikasi visual dan pengelolaan data.
Hal-hal lainnya yang sering dianggap remeh juga punya potensi. Misalnya, kamu suka bikin konten TikTok atau Instagram reels untuk iseng, itu bisa jadi bukti kemampuan content creation, scriptwriting, dan editing. Pernah bantu teman beresin CV atau LinkedIn mereka? Itu bisa masuk sebagai bukti skill personal branding atau career support. Intinya, karya iseng itu bernilai kalau kita bisa membingkainya dengan narasi yang tepat. Jangan tunggu pengalaman kerja formal, justru tunjukkan bahwa kamu sudah bergerak lebih dulu, meski belum disuruh atau dibayar.
4 Langkah Mengubah Skill Iseng Jadi Portofolio Serius
Kumpulkan & Kurasi Hasil Karya Terbaikmu
Mulailah dengan menelusuri semua hal yang pernah kamu buat: desain, tulisan, video, bahkan dokumentasi kerja kelompok. Lihat mana saja yang paling mewakili kemampuanmu. Tak harus sempurna, yang penting menggambarkan proses berpikir dan selera estetikamu. Kalau kamu sempat bantu organisasi bikin konten, atau pernah jadi panitia dokumentasi, semua itu juga bisa dicantumkan.
Beri Cerita, Jangan Hanya Tampilkan Hasil Akhir
Desain tanpa cerita hanya akan jadi gambar. Tapi kalau kamu menceritakan kenapa kamu pilih warna itu, kendala apa yang kamu hadapi, dan bagaimana kamu menyelesaikannya, hasilnya bisa menggambarkan cara berpikirmu. Ini penting, karena banyak rekruter dan klien sekarang lebih tertarik melihat proses dan kepribadian di balik sebuah karya.
Tampilkan di Platform yang Tepat
Platform bukan sekadar tempat menaruh file. Ia adalah “etalase” profesionalmu. Misalnya, kalau kamu seorang desain grafis, gunakan Behance atau Notion dengan tampilan bersih. Kalau kamu penulis, Medium atau website pribadi bisa jadi pilihan. Intinya, tampilkan karya di tempat yang sesuai bidangmu dan bisa diakses dengan mudah oleh siapa saja yang ingin mengenalmu secara profesional.
Update Secara Berkala
Banyak orang membuat portofolio sekali, lalu dibiarkan usang. Padahal, skill kamu berkembang. Menunjukkan pembaruan adalah sinyal bahwa kamu terus belajar dan bertumbuh. Selain itu, kamu juga bisa menyusun ulang narasi portofolio sesuai arah karier yang kamu tuju. Misalnya, dulu fokusnya di desain, sekarang ingin ke branding. Portofoliomu bisa kamu edit ulang agar lebih relevan.
Kenapa Ini Semua Penting?
Portofolio bukan hanya untuk menunjukkan hasil akhir, tapi untuk menunjukkan siapa kamu dan bagaimana kamu bekerja. Orang yang bisa menunjukkan hasil dan proses sekaligus akan terlihat jauh lebih menarik dibandingkan mereka yang hanya punya ijazah dan deskripsi kemampuan. Dalam banyak kasus, justru portofolio yang baik bisa mengalahkan CV formal.
Dan ingat, semua ini tidak harus menunggu kamu kerja profesional dulu. Mulai dari hal kecil yang kamu bisa lakukan hari ini: dokumentasikan prosesmu, tulis sedikit narasi, dan publikasikan. Kamu gak pernah tahu siapa yang akan melihat dan membuka jalan baru buatmu
Tanya Aja Dulu
Susah dan Gugup Ngomong di Depan Umum? Konsul Aja Dulu
Tanya
Admin
Penutup
Jangan pernah meremehkan hal-hal kecil yang pernah kamu kerjakan. Apa yang kamu anggap iseng dan tidak penting hari ini, bisa jadi pintu awal menuju kesempatan besar besok. Kamu gak harus mulai dari yang sempurna, cukup mulai dari yang ada. Daripada menunggu diakui dulu baru berkarya, lebih baik berkarya dulu, biar orang lain bisa lihat sendiri value yang kamu bawa. Karena di dunia yang serba digital dan cepat ini, yang berani menunjukkan proses dan progres, punya peluang lebih besar daripada yang menunggu sempurna.
Writer Notes
Notes
Tulisan ini lahir dari banyak pertemuan dengan teman-teman yang merasa “belum cukup” karena belum punya pengalaman kerja profesional. Padahal, kalau dilihat lebih dalam, mereka sudah mengerjakan banyak hal keren yang luput dihargai, termasuk oleh diri mereka sendiri. Semoga artikel ini bisa jadi pengingat bahwa gak semua hal besar dimulai dari tempat formal. Terkadang, justru hal-hal yang kita kerjakan dengan semangat paling jujur, meski awalnya iseng, bisa jadi fondasi kuat untuk perjalanan karier yang otentik.